Selasa, 31 Desember 2013

PEMBANGUNAN BUDAYA MARITIM INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

Kebudayaan atau dunia kehidupan manusia tersebut sekurang- kurangnya meliputi tujuh unsur umum cultural universal), yakni pengertahuan (cognitif/ideationa/mental materia), bahasa, organisasi sosial, ekonomi, kesenian, religi, dan kepercayaan. Setiap unsur kebudayaan terdiri dari tiga tingkatan wujud/ rupa, yakni sistem budaya (gagasan, pengetahuan,nilai, keyakinan, norma, moral, perasaan, intuisi, dan lain-lain), sistem social (tindakan dan kehidupan kolektif), dan sistem alat peralatan/ teknologi. Sistem budaya yang terkristalisasi menjadi sistim nilai budaya merupakan pedoman/acuan (preference/dominant ) bagi sitem sosial dan sistem alatperalatan, sebaliknya sistem alat peralatan dan sistem sosial menjadiprasyarat/penentu (determinat) terhadap sistem budaya. Adapun sistemsosial merupakan wadah bagi pengamalan sistem nilai budaya danpenerapan sistem alat/peralatan.dari gambaran dan ilustrasi unsur-unsur budaya nelayan dan pelayar dapat diramu dan diseleksi berbagai unsur nilaibudaya bahari yang dianggap potensial untuk direvitalisasi dandikembangkan kedepan sebagai landasan pembangunan budaya bahari diindonesia pada segala unsur atau aspeknya. Unsur-unsur nilai dan normabudaya positif yang mengakar dalam berbagai kelompok nelayan dan pelayar dari berbagai suku bangsa (ethnic groups) seperti dibawah ini :
• Komunalisme
• Arif lingkungan
• Berkehidupan bersama/kolektifitas
• Egalitarian
• Rukun dan setia kawan dalam kelompoknya
• Saling mempercayai
• Patuh/taat norma
• Bertanggung jawab
• Disiplin
• Kreatif-inovatif 
• Teguh pendirian
• Kepetualangan
• Berani mengambil resiko
• Adaptif dan kompetitif 
• Berwawasan kelautan dan kepulauan
• Multikulturalis
• Nasionalis
• Berpandangan dunia/keterbukaan
Bagi negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan, lautmerupakan aset yang sangat berharga dan harus dikelola dengan dijaga,dimanfaatkan dan dilestarikan secara sungguh-sungguh. Dalam laut, di dasar laut serta tanah dibawahnya terkandung potensi sumberdaya baik hayatimaupun non hayati yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia.Laut memiliki nilai ekonomik yang “tangible “ maupun yang“intangible”.
1) Berbagai sektor kelautan yang memiliki nilai ekonomik yang tangibleantara lain:
a) Perikanan. Potensi sumberdaya perikanan laut Indonesia lebihdari 6 juta ton per tahun yang tersebar pada sembilan wilayahperikanan ikan. Potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 80% nya.
b) Pelayaran. Pelayaran merupakan sistem yang meliputi: perkapalan, kepelabuhanan,
c) Penambangan lepas pantai
d) Kesehatan dan biodiversitas 2 Wisata bahari.
2) Nilai ekonomil lainnya adalah penyerapan tenaga kerja. Dengan laju pertambahan penduduk seperti yang sekarang, laju pertambahan angkatan kerja lebih cepat dibandingkan dengan laju pertambahan lapangan kerja. Hal ini antara lain disebabkan karena makin sulit mengharapkan mengembangkan pertanian untuk menyerap tambahan angkatan kerja
.3) Nilai yang intangible antara lain:
a) Pengendalian cuaca.
b) Habitat laut
c) Hubungan internasional.
Sementara itu, sesuai dengan tuntutan kebutuhan, peraturan perundang undangan /ordonansi yang mengatur laut atau berkaitan dengan laut tetap diberlakukan dengan atau tanpa perubahan.Misalnya Ordonansi Laut Undang-undang tentang Kelautan disusun berdasarkan pada asas-asas: kedaulatan, tanggung-jawab negara,  pembangunan berkelanjutan, keterpaduan, ekologis, kehati-hatian , prioritas, kepentingan nasional, kerakyatan dan berkeadilan dengan tujuan:
a) Mewujudkan negara kelautan dan maritim yang maju, aman dansejahtera.
b) Menciptakan laut yang lestari, aman, serta teridentifikasi sumberdayalautnya, dalam yurisdiksi nasional dan diluar yurisdiksi nasional.
c) Memanfaatkan sumberdaya kelautan dan kekayaan laut dalamyurisdksi Negara Kesatuan Republik Indonesia , laut lepas dan dasar samudera dalam, secara berkelanjutan sebesar-besarnya bagi generasisekarang tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang.
d) Menciptakan sumberdaya manusia kelautan yang profesional,beretika, berdedikasi, dan mampu mendukung pembangunan kelautansecara optimal dan terpadu.
e) Membentuk pemerintahan yang berorientasi pada pembangunan kelautan bagi kepentingan pembangunan nasional (oceans governance).
f) Mengembangkan budaya dan atau pengetahuan kebaharian bagi masyarakat untuk menumbuhkan pembangunan yang berorientasi kelautan.



 
BAB II
I S I

Masyarakat bahari dimaksudkan sebagai, mereka yang mendiami wilayah pesisir atau pulau-pulau dan memanfaatkan sumber daya kelautan atau sumberdaya bahari dalam rangka interaksi sosialnya dalam jangka waktu lama dan telah membentuk kehidupan bersama yang serasi dan telah mewujudkan ”rasa kita” (we-feeling ) diantara mereka. ”rasa kita” (we-feeling ) itu, terwujud dalam interaksi mereka dalam mengambil peranan (role-taking ) secara teratur dan rasa saling bergantung ( defendency-feeling ) satu sama lain (Sallatang, et.al, 1999). Kompleksitas fenomena sosial budaya, terutama berkaitan dengan beragamnya kelompok dan kategori sosial terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan laut serta beragamnya sektor mata pencaharian terkait laut akibat modernisasi yang berkembang menjadi alasan lebih cocok memilih terminologi ‘budaya bahari’daripada terminologi-terminologi ‘budaya maritim’ dan ‘budaya marin’ dalam melihat pengaruh keterhubungan budaya lokal terhadap formasi sosial baru masyarakat yang terbentuk akibat modernisasi. Dalam sistem budaya bahari terdiri dari unsur-unsur sistem seperti; pengetahuan, gagasan, keyakinan /kepercayaan, nilai, dan norma/ aturan dan pengenalan lingkungan sosialnya berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya dan jasa - jasa laut. Unsur - unsur sistem tersebut menjadi regulator masyarakat bahari dan dilain pihak, masyarakat bahari mendukung dan memberikan energi kepada budaya bahari. Keterhubungan antara informasi budaya bahari dan penguatan energi dalam sistem social masyarakat, akan menyebabkan masyarakat bahari di satu pihak membentuk kepribadian, watak atau jiwa bahari individu angggota-anggotanya dan dilain pihak, individu anggota masyarakat bahari mendukung dan memberikan energi kepada masyarakat bahar. Berkaitan dengan itu, masyarakat nelayan suku bangsa Bugis danMakassar, dalam tulisannya menggambarkan orang Bugis dan Makassar yang tinggal di daerah pantai dan pulau-pulau kecil, mencari ikan merupakan suatu mata pencaharian hidup yang amat penting. Dalam hal ini, mereka menangkap ikan dengan perahu-perahu layar sampai jauh dilaut. Orang Bugis dan Makassar adalah sebagai suku bangsa pelaut di Nusantara ini yang telah mengembangkan suatu kebudayaan bahari sejak beberapa abad yang lalu. Sebagai suku bangsa pelaut, mereka telah mampu menciptakan teknologi pelayaran yang sesuai dengan alam lingkungan kelautan, ciptaan perahu layar yang terkenal seperti tipe ‘Pinisi’ dan ‘Lambo’ telah teruji kemampuannya mengarungi perairan Nusantara bahkan sampai ke Srilangka dan Philipina untuk ‘berdagang’. Kemampuan berlayar dengan teknologi pelayaran yang dimiliki itu, telah mendorong terciptanya hukum niaga dalam pelayaran, seperti “  Ade alloppiloping Bicaranna PabbaluE” yang tertulis pada lontarak oleh Amanna Gappa ” dalam abad ke-17. Dengan tulisan tersebut, terungkap jelas, bahwa masyarakat nelayan suku Bugis-Makassar telah mengembangkan kemampuannya menjadi masyarakat nelayan yang tertata pada suatu sistem sosial kemasyarakatan dengan orientasi kebudayaan kepada laut sebagai sarana dalam rangka aktivitas kehidupan mereka maupun dalam kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan laut yang tergambar dalam kehidupan masyarakatnya yang mampu mengembangkan kemampuan dalam bidang pelayaran penangkapan ikan, teknologi pelayaran, usaha perdagangan dan aturan-aturan hukum dibidang perdagangan. Strategi adaptasi yang menjadi bagian budaya bahari mayarakat nelayan Bugis-Makassar berkenaan dengan kehidupan mereka, dapat dilihat dalam konteks nilai-nilai, ideologi dan teknologi. Hal yang berhubungan dengan masalah nilai dapat terlihat pada penekanan pada sifat egalitarian, aturan bagi hasil, pengaturan hak-hak pemilikan, prinsip yang mendasari adanya kerjasama dan adanya pengerahan tenaga kerja. Strategi yang berhubungan dengan masalah ideologi dapat dilihat pada adanya berbagai macam ritual, magis dan kepercayaan yang berhubungan dengan aktivitas kelautan. Sedangkan strategi nelayan yang berhubungan dengan teknologi dapat dijumpai pada adanya berbagai macamalat tangkap dan mobilitas yang dilakukan. Salah satu bukti sejarah dari jiwa bahari nelayan suku Bugis dan Makassar adalah adanya mobilitas yang tinggi sebagai spirit untuk berusaha. Konteks itu terekam dalam pengaruh kebudayaan Bugis-Makassar di pantai utara Australia. Disebutkan bahwa para nelayan Bugis dan Makassar secara teratur berlayar ke perairan tersebut (Pantai Marege), setidaknya sejak tahun 1650 (masa Kerajaan Gowa di Makasar). Mereka berlayar dalam bentuk armada perahu berjumlah 30 sampai 60 perahu, dan masing-masing memuat sampai 30 orang untuk mencari ikan teripang. Para nelayan suku Bugis-Makassar diyakini senang berpetualang mencari daerah-daerah baru penangkapan, para nelayan ikan teripang itu membangun rumah-rumah sementara, menggali sumur dan menanam pohon-pohon asam di sana. Banyak orang-orang Aborijin yang bekerja untuk para nelayan teripang tersebut, mempelajari bahasa mereka, menggunakan kebiasaan menghisap tembakau, membuat gambar perahu, mempelajari tarian mereka dan 'meminjam' beberapa kisah yang mereka ceritakan. Beberapa orang Aborijin ikut berlayar pada saat mereka pulang ke Sulawesi, dan kembali ke Australia pada musim monsun berikutnya, bahkan beberapa di antaranya ada yang menetap di Sulawesi. Sampai saat ini, pengaruh orang Bugis dan Makasar dapat dilihat dalam bahasa dan kebiasaan yang digunakan oleh orang-orang suku Aborijin di Australia. Oleh karena itu, aspek nilai budaya bahari nelayan Bugis-Makassar menjadi salah satu aspek yang akan dilihat dalam konteks budaya lokal, sehubungan dengan terjadinya dualisme yang mentrasisi dinamika perubahan sosial masyarakat nelayan melalui pengetahuan dan teknologi tradisional di satu pihak dan pengetahuan dan teknologi modern pada pihak yang lain, sehingga konteks nilai budaya local ini diduga akan mempunyai pengaruh tehadap formasi sosial baru masyarakat nelayan yang terbentuk akibat modernisasi. Asumsi ini lahir dari pemikiran kalangan Neo-Marx tentang kapitalisasi dengan teori artikulasinya bahwa, kapitalisasi di negara berkembang diyakini tidak akan sama”modelnya” dengan kapitalisasi yang telah terjadi di negara Eropa, hal ini disebabkan karena adanya resistensi tatanan lokal yang ikut mewarnai proses tersebut, sehingga kapitalisme yang terbentuk akan memiliki karakter dan ciri tersendiri berdasarkan pengaruh kontekstual tingkat lokal. Oleh karena itu struktur sosial masyarakat itu terdiri dari elemen-elemen yang tidak masif, sehingga kombinasi modes of  production  dalam suatu social formation itulah yang menentukan karakteristikmasyarakat, yang berkembang dalam waktu dan tempat.
Sebagai sebuah negara maritim Indonesia memiliki nilai strategis yang memperoleh pengakuan dari dunia internasional. Pada konsep hukum laut yang kita anut ada 3 aspek pengembangan yang menjadi sasaran pembangunan berkelanjutan bagi kelautan Indonesia, yaitu aspek ekonomi berupa hak untuk mengeksploitasi dan mengeksplorasi hasil-hasil kelautan,aspek ekologi yaitu upaya pelestarian dan pengelolaan potensi laut, aspek sosial budaya pelestarian budaya bahari. Ketiga aspek ini menjadi sangat penting dan memerlukan dukungan ilmu dan teknologi yang saat ini masih merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah jika benar-benar serius ingin memajukan kelautan Indonesia. Akan tetapi pada perkembangannya terjadi perubahan paradigma serta pola pikir pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam memandang wilayah kelautan Indonesia hingga berimbas pada terabaikannya potensi kelautan. Hal ini juga disebabkan oleh menipisnya rasa nasionalisme serta kecintaan akan budaya kelautan bangsa Indonesia, hingga laut Indonesia seolah-olah hanya menjadi halaman belakang dari negeri ini. Ketidaktahuan kita terhadap budaya maritim serta pergeseran paradigma dalam memandang wilayah kelautan di Indonesia juga berdampak pada eksistensi pulau-pulau terluar yang berada di sekeliling wilayah perairan kita. Kasus Sipadan Ligitan adalah contoh konkrit dari lemahnya pengawalan serta kewaspadaan kita dalam menjaga kedaulatan negara kepulauan kita. Selanjutnya ini menjadi home work bagi pemerintah dan generasi muda yang masih concern untuk mencegah kasus serupa terjadi yang mengancam kedaulatan negara. Di sinilah letak pentingnya revitalisasi kembali budaya maritim dengan mengembalikan konsep sosial budaya laut sebagaipemersatu Nusantara.Dalam sistem budaya bahari terdiri dari unsur-unsur sistem seperti; pengetahuan, gagasan, keyakinan/kepercayaan, nilai, dan norma/aturan danpengenalan lingkungan sosialnya berkenaan dengan pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa laut. Unsur-unsur sistem tersebut menjadi regulator masyarakat bahari dan dilain pihak, masyarakat bahari mendukung dan memberikan energi kepada budaya bahari. Keterhubungan antara informasi budaya bahari dan penguatan energi dalam sistem social masyarakat, akan menyebabkan masyarakat bahari di satu pihak membentuk kepribadian, watak atau jiwa bahari individu angggota-anggotanya dan di lain pihak, individu anggota masyarakat bahari mendukung dan memberikan energi kepada masyarakat bahari. Setiap unsur kebudayaan terdiri dari tiga tingkatan wujud/ rupa, yakni sistem budaya (gagasan, pengetahuan, nilai, keyakinan, norma, moral,perasaan, intuisi, dan lain-lain), sistem sosial (tindakan dan kehidupan kolektif), dan sistem alat peralatan/ teknologi. Sistem budaya yang terkristalisasi menjadi sistim nilai budaya merupakan pedoman/acuan ( preference/dominant ) bagi sistem sosial dan sistem alat peralatan, sebaliknya sistem alat peralatan dan sistem sosial menjadi prasyarat/ penentu (determinat) terhadap sistem budaya. Adapun sistem sosial merupakan wadah bagi pengamalan sistem nilai budaya dan penerapan sistemalat/ peralatan.dari gambaran dan ilustrasi unsur-unsur budaya nelayan dan pelayar dapat diramu dan diseleksi berbagai unsur nilai budaya bahari yang dianggap potensial untuk direvitalisasi dan dikembangkan kedepan sebagai landasan pembangunan budaya bahari di indonesia pada segala unsur atau aspeknya. Unsur-unsur nilai dan norma budaya positif yang mengakar dalam berbagai kelompok nelayan dan pelayar dari berbagai suku bangsa (ethnic groups) seperti dibawah ini  :
• Komunalisme
• Arif lingkungan
• Berkehidupan bersama/kolektifitas
• Egalitarian
• Rukun dan setia kawan dalam kelompoknya
• Saling mempercayai
• Patuh/taat norma
• Bertanggung jawab
• Disiplin
• Kreatif-inovatif 
• Teguh pendirian
• Kepetualangan
• Berani mengambil resiko
• Adaptif dan kompetitif 
• Berwawasan kelautan dan kepulauan
• Multikulturalis
• Nasionalis
• Berpandangan dunia/ keterbukaan
Bagi negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan, laut merupakan aset yang sangat berharga dan harus dikelola dengan dijaga, dimanfaatkan dan dilestarikan secara sungguh-sungguh. Dalam laut, di dasar laut serta tanah dibawahnya terkandung potensi sumberdaya baik hayati maupun non hayati yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Potensi kelautan yang mampu dikelola indonesia secara maksimal saat ini masih berada pada wilayah laut teritorial sedangkan di wilayah Zona Ekslusif dan perairan pedalaman belum terkelola secara maksimal. Kenyataan ini juga bisa di lihat pada pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk wilayah perairan yang seharusnya berpijak padarealitas geografis negara kepulauan hal ini terkait dengan pemanfaatan sumber daya kelautan. Bisnis kelautan masih kurang berkembang sesuai potensi besar yang di miliki oleh laut Indonesia. Adalah sebuah pemandangan yang ironis di tengah kenyataan kita sebagai negara maritime yang besar, justru kebanggaan serta upaya untuk meningkatkan potensi tersebut belum maksimal. Hal ini juga terlihat dari belum sejahteranya masyarakat pesisir sebagai komunitas pertama yang seharusnya merasakan kekayaan sumber daya kelautan kita. Masalah kemiskinan adalah akumulasi dari kompleksitas dari permasalahan di wilayah pesisir yang di sebabkan oleh rendahnyapendidikan serta gaya hidup konsumtif masyarakat pesisir. Kebijakan yang dibuat untuk wilayah perairan kita terkesan tidak utuh dan terintegritas akibatnya kantong-kantong kemiskinan di negeri ini justru banyak di dapati pada wilayah pesisir. Selama ini masyarakat yang tinggal dan bermukim di sekitar wilayah perairan kita masih memiliki serta memegang teguh budaya bahari serta kearifan lokal dalam mengelola potensi kelautan. Sosiologi budaya pesisir lebih berbasis pada sektor budaya yang menjadi potret dualisme masyarakatkita antara budaya agraris dan budaya maritim, hanya saja dalam perkembangannya budaya ini mulai tergerus oleh pengaruh globalisasi, hingga kecenderungan yang tersisa sekarang pada budaya bahari adalah ritual-ritual yang hanya dijalankan oleh sebagian kelompok tanpa apresiasi berarti dari pihak pemerintah dan masyarakat Indonesia yang notabene jugasebagai bagian dari negara maritim yang besar ini. Adalah tantangan terbesar kita saat ini untuk kembali mengembalikan citra negara maritim yang sampai saat ini kita miliki tapi kurang menjadi perhatian kita. Serta pentingnya komitmen & sinergi antara pemerintah & masyarakat untuk memperkenalkan kembali konsep negara maritim dibarengi dengan rencana pembangunan berkelanjutan terhadap pengelolaan potensi yang terdapat di wilayah perairan kita lingkungan lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan . Penataan ruang laut berfungsi sebagai pemersatu dan pengikat wilayah nasional yang berasaskan pemanfaatan ruang bagisemua kepentingan secara terpadu, berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum. Penataan ruang laut berdasarkan nilai fungsi kawasan serta aspek kegiatan meliputi antara lain : pelayaran, perikanan, pariwisata laut, pertambangan dilaut, penegakan hukum di laut, pelaksanaan otonomi daerah, dan kegiatanlain yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam di laut, penelitian dan pelestarian lingkungan laut. Dalam pemanfaatan dan pendayagunaan laut, Laut memiliki berbagai fungsi:
a.       Laut sebagai sumber Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. Didalamlaut tumbuh dan dapat ditumbuhkan berbagai sumber-sumber bahanpemenuhan kebutuhan dasar manusia terutama pangan, seperti ikan danbiota perairan lainnya.
b.      Laut sebagai Sumber Bahan Dasar dan Sumber Energi. Pada dasar laut dan di bawah laut tertentu berbagai mineral yang dapat ditambang untuk digunakan sebagai bahan baku industri dan sebagai sumber energi.
c.       Laut sebagai medan industri.
Tersimpul pada kedua hal tersebut diatas, laut juga merupakan medan kegiatan industri , baik secara langsung seperti pelayaran, pertambangan lepas pantai, maupun secara tidak langsung seperti proses bahan makanan, industri galangan kapal, industri alat-alat pertambangan lepas pantai dll. Perikanan mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan dan peningkatan taraf hidup bangsa pada umumnya, nelayan kecil, pembudi daya ikan kecil, dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan , kelestarian, dan kesetersediaan sumber daya ikan.Dalam rangka pembangunan nasional berdasarkan Wawasan Nusantara, pengelolaan perikanan perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan cara sbb:
a. berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi dan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya yang berkelanjutan, dengan mengutamakan perluasan kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup bagi nelayan dan peningkatan penerimaan dan devisa negara. Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya ikan secara optimal dan berkelanjutan perlu ditingkatkan peranan pengawas perikanan dan peran serta masyarakat dalam upaya pengawasan dibidang perikanan secara berdaya guna dan berhasil guna.
b. pengelolaan perikanan wajib didasarkan pada prinsip perencanaan dan keterpaduan pengendaliannya.
c. Pengelolaan perikanan dilakukan dengan memperhatikan pembagian kewenangan antara Pemenrintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pengelolaan perikanan yang memenuhi unsur pembangunan yang berkesinambungan , yang didukung dengan penelitian dan pengembangan perikanan seta pengendalian yang terpadu. Pengelolaan perikanan dengan meningkatkan pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan di bidang perikanan. Keadaan alam, flora dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah serta seni dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumberdaya dan modal yang besar artinya bagi usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan. Kepariwisataan mempunyai peranan penting untuk memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja mendorong pembangunan daerah, memperbesar pendapatan nasional, serta memupuk rasa cinta tanah air, memperkaya kebudayaan nasional. Penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan asas manfaat,usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan pada diri sendiri. Penyelenggaraan kepariwisataan bertujuan: memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata; memupuk rasa cintatanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa; memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; mendorong pendayabunaan produksi nasional. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar memiliki potensi kekayaan dan keindahan laut yang diminati oleh wisatawan dalam dan luar negeri, serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Wisata laut meliputi : menyelam, berselancar, berlayar pesiar, bermain jet ski, berselancar angin, serta mengunjungi resort-resort yang tersedia di pulau-pulau. Pemerintah wajib mengatur pemanfaatan dan pengelolaan berdasarkan tata ruang wilayah dan dilaksanakan dengan asas kelestarian, berkelanjutan, keterpaduan, keterpeliharaan, dan memperhatikan aspek ekologis kawasan serta melibatkan peran serta masyarakat adat, masyarakat lokal dan masyarakat pesisir sebagai pemangku kepentingan.

  

                                                                                BAB IV

                                                                              PENUTUP

4. 1 Kesimpulan


Masyarakat bahari dimaksudkan sebagai, mereka yang mendiami wilayah pesisir atau pulau-pulau dan memanfaatkan sumberdaya kelautan atau sumberdaya bahari dalam rangka interaksi sosialnya dalam jangka waktu lama dan telah membentuk kehidupan bersama yang serasi dan telah mewujudkan ”rasa kita” (we-feeling) diantara mereka. ”rasa kita” (we-feeling) itu, terwujud dalam interaksi mereka dalam mengambil peranan (role-taking) secara teratur dan rasa saling bergantung (defendency-feeling) satu sama lain. Kompleksitas fenomena sosial budaya, terutama berkaitan dengan beragamnya kelompok dan kategori sosial terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan laut serta beragamnya sektor mata pencaharian terkait laut akibat modernisasi yang berkembang menjadi alasan lebih cocok memilih terminologi ‘budaya bahari’ daripada terminologi-terminologi ‘budaya maritim’ dan ‘budaya marin’ dalam melihat pengaruh keterhubungan budaya lokal terhadap formasi sosial baru masyarakat yang terbentuk akibat modernisasi. Dalam sistem budaya bahari terdiri dari unsur-unsur sistem seperti; pengetahuan, gagasan, keyakinan/ kepercayaan, nilai, dan norma/ aturan dan pengenalan lingkungan sosialnya berkenaan dengan pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa laut. Unsur-unsur sistem tersebut menjadi regulator masyarakat bahari dan dilain pihak, masyarakat bahari mendukung dan memberikan energi kepada budaya bahari. Keterhubungan antara informasi budaya bahari dan penguatan energi dalam sistem social masyarakat, akan menyebabkan masyarakat bahari di satu pihak membentuk kepribadian, watak atau jiwa bahari individu angggota-anggotanya dan dilain pihak, individu anggota masyarakat bahari mendukung dan memberikan energi kepada masyarakat bahari. Setiap unsur kebudayaan terdiri dari tiga tingkatan wujud/ rupa, yakni sistem budaya (gagasan, pengetahuan, nilai, keyakinan, norma, moral, perasaan, intuisi, dan lain-lain), sistem social (tindakan dan kehidupan kolektif), dan sistem alat peralatan/ teknologi. Sistem budaya yang terkristalisasi menjadi sistim nilai budaya merupakan pedoman/acuan ( preference/dominant ) bagi sistem social dan sistem alat peralatan, sebaliknya sistem alat peralatan dan sistemsosial menjadi prasyarat/ penentu (determinat) terhadap system budaya. Adapun sistem sosial merupakan wadah bagi pengamalan sistem nilai budaya dan penerapan sistem alat/ peralatan.dari gambaran dan ilustrasi unsur-unsur budaya nelayan dan pelayar dapat diramu dan diseleksi berbagai unsur nilai budaya bahari yangdianggap potensial untuk direvitalisasi dan dikembangkan kedepan sebagai landasan pembangunan budaya bahari di indonesia padasegala unsur atau aspeknya. Unsur-unsur nilai dan norma budaya positif yang mengakar dalam berbagai kelompok nelayan dan pelayar dari berbagai suku bangsa (ethnic groups) seperti dibawah ini :
• Komunalisme
• Arif lingkungan
• Berkehidupan bersama/kolektifitas
• Egalitarian  
• Rukun dan setia kawan dalam kelompoknya
• Saling mempercayai
• Patuh/taat norma
• Bertanggung jawab
• Disiplin
• Kreatif-inovatif 
• Teguh pendirian
• Kepetualangan
• Berani mengambil resiko
• Adaptif dan kompetitif 
• Berwawasan kelautan dan kepulauan
• Multikulturalis
• Nasionalis
• Berpandangan dunia/ keterbukaan
Bagi negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan, laut merupakan aset yang sangat berharga dan harus dikelola dengan dijaga, dimanfaatkan dan dilestarikan secara sungguh-sungguh. Dalam laut, di dasar laut serta tanah dibawahnya terkandung potensisum berdaya baik hayati maupun non hayati yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Dalam rangka pembangunan nasional berdasarkan Wawasan Nusantara, pengelolaan perikanan perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan cara sbb:
a.       berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan,
efisiensi dan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya yang berkelanjutan, dengan mengutamakan perluasan kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup bagi nelayan dan peningkatan penerimaan dan devisa negara. Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya ikan secara optimal dan berkelanjutan perlu ditingkatkan peranan pengawas perikanan dan peran serta masyarakat dalam upaya pengawasan dibidang perikanan secara berdaya guna dan berhasil guna.
b.      pengelolaan perikanan wajib didasarkan pada prinsipperencanaan dan keterpaduan
pengendaliannya.
c.       Pengelolaan perikanan dilakukan dengan memperhatikan pembagian kewenangan antara
Pemenrintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pengelolaan perikanan yang memenuhi unsur pembangunan yang berkesinambungan ,yang didukung dengan penelitian dan pengembangan perikanan seta pengendalian yang terpadu. Pengelolaan perikanan dengan meningkatkan pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan di bidang perikanan.

4.2 Saran

Melihat keadaan yang terlihat, diharapkan revitalisasi disektor bahari dan pengembangannya dapat didukung oleh seluruh kalangan masyarakat dan pemerintah menyediakan dan membangunan sarana- sarana yang mendukung kegiatan revitalisasi ini , dan terus diupayakan terutama didaerah - daerah terpencil. Selain itu diharapkan kepada masyarakat luas agar menggunakan produk dalam negeri terutama produk-produk sektor kelautan sehingga dapat memberian pemasukan yang besar bagi negara begitu juga dengan taraf hidup nelayan dan pelayar di negeri kita.
  



DAFTAR PUSTAKA



Aliamsyah . 2008. Naskah_akademik .www.legalitas.org Di akses pada tanggal 29            april  2012.

Anonim . 2008. Indonesia Negara Maritim Terbesar Di Dunia .www.nationalintegrationmovement.org Di akses pada tanggal 29 april  2012.

Arief Adhi A .2008. Budaya bahari sebagai budaya lokal masyarakat Nelayan bugis-makassar 
. adri_arief@yahoo.com Di akses pada tanggal 29 april  2012.

Lampe Munsi. 2009. Wawasan Sosial Budaya Bahari. Makassar : UPT MKU Universitas Hasanuddin














2 komentar:

  1. Night vision technology has revolutionized the way military website forces operate in low-light conditions. Key points include:

    BalasHapus

My Blog List

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.