Selasa, 31 Desember 2013

APLIKASI TEORI MODERNISASI DIBIDANG PETERNAKAN

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Istilah “modernisasi”, suatu konsep yang sekeluarga dengan istilah “pembangunan ekonomi”, tetapi lebih luas jangkauannya, menunjukkan bahwa perubahan-perubahan teknik, ekonomi dan ekologi berlangsung dalam keseluruhan jaringan sosial dan kebudayaan. Dalam suatu negara yang sedang berkembang, menurut Smelser (Ibid.), terdapat perubahan-perubahan yang besar, (1) dalam bidang politik, sewaktu sistem kewibawaan suku dan desa yang sederhana itu digantikan dengan sistem-sistem pemilihan umum, kepartaian, perwakilan, dan birokrasi pegawai negeri; (2) dalam bidang pendidikan, sewaktu masyarakat berusaha mengurangi kebutahurufan dan meningkatkan ketrampilan-ketrampilan yang membawa hasil-hasil ekonomi; (3) dalam bidang religi, sewaktu sistem-sistem kepercayaan sekuler mulai mulai menggantikan agama-agama tradisionalistis; (4) dalam lingkungan keluarga, ketika unit-unit hubungan kekeluargaan yang meluas menghilang; (5) dalam lingkungan stratifikasi, ketika mobilitas geografis dan sosial cenderung untuk merenggangkan sistem-sistem hierarki yang sudah pasti dan turun-temurun.
Satu hal yang menonjol dari teori ini adalah modernisasi seolah-olah tidak memberikan celah terhadap unsur luar yang dianggap modern sebagai sumber kegagalan, namun lebih menekankan sebagai akibat dari masyarakat itu sendiri. Hal asil faktor  eksternal menjadi terabaikan. Teori modernisasi memberikan solusi, bahwa untuk membantu Dunia Ketiga termasuk kemiskinan, tidak saja diperlukan bantuan modal dari negara-negara lain, tetapi negara itu disarankan untuk meninggalkan dan mengganti nilai-nilai tradisional dan kemudian melembagakan demokrasi polotik.
Karena berpatokan dengan perkembangan di Barat, Modernisasi diidentikkan dengan westernisasi.  Teori ini pun kurang mamapu menjawab  masyarakat, sejarah dan tradisi lama yang masih berkembang Negara Dunia Ketiga. Untuk menjawabnya muncullah teori modernisasi baru. Bila dalam teori modernisasi klasik, teori dianggap sebagai penghalang pembangunan, dalam teori modernisasi baru
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana sejarah munculnya teori modernisasi?
2.      Bagaimana ciri – ciri teori modenisasi itu?
3.      Bagaimana aplikasi teori modernisasi dalam dunia peternakan?
4.      Apa dampak positif dan negative teori ini?
C.    TUJUAN PENULIASAN
1.      Mengetahui sejarah munculnya teori modernisasi
2.      Mengetahui ciri – ciri teori modenisasi
3.      Mengetahui aplikasi teori modernisasi dalam dunia peternakan
4.      Mengetahui dampak positif dan negative teori ini







BAB II
ISI
A.    SEJARAH TEORI MODERNISASI
Teori modernisasi lahir sebagai tanggapan ilmuwan sosial barat terhadap apa yang terjadi di Dunia ketika stelah Perang Dunia II. Teori ini muncul segagai upaya Amerika untuk memenangkan perang ideologi melawan sosialisme yang pada waktu itu populer. Bersamaan dengan itu, lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika, dan Amerika Latin bekas jajahan Eropa melatarbelakangi perkembangan teori ini.
Di awal perumusannya tahun 1950-an, aliran modernisasi mencari bentuk teori dan mewarisi pemikiran-pemikiran dari teori evolusi dan fungsionalisme. Teori evolusi dan fungsionalisme pada waktu itu dianggap mampu menjelaskan proses peralihan masyarakat tradisional menuju masyarakat modern di Eropa Barat, selain juga di dukung oleh para pakar yang terdidik dalam alam pemikiran struktural-fungsionalisme.
Selain itu, teori modernisasi pun didukung oleh tokoh-tokoh seperti Neil Smelser dengan teori diferensiasi strukturalnya. Smelser beranggapan dengan proses modernisasi, ketidakteraturan struktur masyarakat yang emnjalankan berbagai fungsi sekaligus akan dibagi dalam substruktur agar dapat menjalankan satu fungsi yang lebih khusus. Pun dengan Rostow yang menyatakan bahwa ada lima tahapan pembangunan ekonomi. Ia merumuskannya ke dalam teori tahapan pertumbuhan ekonomi, yaitu tahap masyarakat tradisional, prakondisi lepas landas, lepas landas, bergerak ke kedewasaan dan berakhir dengan tahap konsumsi massal yang tinggi. Di samping itu, ada beberapa varian teori moodernisasi lain seperti Coleman dengan diferensiasi dan modernisasi politiknya, Harrod Domar yang menekankan penyediaan modal untuk investasi pembangunan, McClelland dengan teori Need for Achievement , Weber debgan “Etika Protestan”-nya, Hoselitz yang membahas faktor-faktor nonekonomi yang ditinggalkan Rostow yang disebut faktor “faktor kondisi Lingkungan”, dan Inkeles yang menegmukakan ciri-ciri manusia modern.
Satu hal yang menonjol dari teori ini adalah modernisasi seolah-olah tidak memberikan celah terhadap unsur luar yang dianggap modern sebagai sumber kegagalan, namun lebih menekankan sebagai akibat dari masyarakat itu sendiri. Hal asil faktor  eksternal menjadi terabaikan. Teori modernisasi memberikan solusi, bahwa untuk membantu Dunia Ketiga termasuk kemiskinan, tidak saja diperlukan bantuan modal dari negara-negara lain, tetapi negara itu disarankan untuk meninggalkan dan mengganti nilai-nilai tradisional dan kemudian melembagakan demokrasi polotik.
Karena berpatokan dengan perkembangan di Barat, Modernisasi diidentikkan dengan westernisasi.  Teori ini pun kurang mampu menjawab kegagalan penerapannya di Amerika Latin, tidak memperhatikan kondisi okyektif masyarakat, sejarah dan tradisi lama yang masih berkembang Negara Dunia Ketiga. Untuk menjawabnya muncullah teori modernisasi baru. Bila dalam teori modernisasi klasik, teori dianggap sebagai penghalang pembangunan, dalam teori modernisasi baru
B.     CIRI – CIRI TEORI MODERNISASI
Teori ini didasarkan pada dikotomi antara apa yang disebut modern dan apa yang disebut tradisional. Yang modern merupakan simbol dari kemajuan, pemikiran yang rasional, cara kerja yang efisien, dan sebagainya. Masyarakat modern dianggap sebagai ciri dari masyarakat di negara-negara industri maju. Sebaliknya yang tradisional merupakan masyarakat yang belum maju, ditandai oleh cara berpikir yang irrasional serta cara kerja yang tidak effisien. Ini merupakan ciri masyarakat pedesaan yang didasarkan pada usaha pertanian di negara-negara miskin.
Teori modernisasi didasarkan pada faktor-faktor non material sebagai penyebab kemiskinan, khususnya dunia ide atau alam pikiran. Faktor-faktor ini menjelma dalam alam psikologi individu, atau nilai-nilai kemasyarakatan yang menjadi orientasi penduduk dalam memberikan arah kepada tingkah-lakunya. Faktor-faktor non material atau dunia ide ini dianggap sebagai faktor yang mandiri, yang bisa dipengaruhi secara langsung melalui hubungan dunia ide dengan dunia ide yang lain. Oleh karena itu, pendidikan menjadi salah satu cara yang sangat penting untuk mengubah psikologi seseorang atau nilai-nilai budaya sebuah masyarakat. Dalam perkembangannya, memang ada teori yang juga menekankan aspek kondisi material, seperti misalnya teori Hoselitz (yang menekankan pembentukan lembaga-lembaga yang menunjang proses modernisasi), atau Inkeles dan Smith (yang menekankan lingkungan kerja sebagai cara untuk menciptakan manusia modern). Teori-teori seperti ini memang merupakan teori peralihan ke Teori Struktural, meskipun persoalan yang dibahas berlainan.
Teori modernisasi biasanya bersifat a-historis. Hukum-hukumnya sering dianggap berlaku secara universal. Dia dapat diberlakukan tanpa memperhatikan faktor waktu ataupun faktor tempat. Misalnya tentang prisnsip rasionalitas atau effisiensi. Ada kecenderungan dari teori-teori ini untuk beranggapan bahwa teori ini dapat diberlakukan kapan saja dan dimana saja. Konteks masyarakat dan perkembangan masyarakat tersebut sepanjang sejarah kurang mendapat perhatian. Ada anggapan bahwa masyarakat bergerak secara garis lurus atau unilinear , dari sesuatu yang irrasional menjadi rasional. Misalnya, dari masyarakat tradsional menjadi masyarakat modern. Gejala ini dianggap sebagai suatu yang universal, yang berlaku di masyarakat manapun, pada segala waktu. Masyarakat yang belum modern adalah masyarakat yang terbelakang, sesuai dengan perkembangan dalam garis lurus tersebut. Pada saatnya masyarakat ini akan menjadi modern seperti yang dialami oleh negara-negara Eropa.
Dengan demikian, faktor-faktor yang mendorong atau menghambat pembangunan harus dicari di dalam negara-negara itu sendiri, bukan diluar. Misalnya, kurangnya pendidikan pada pada sebagian besar penduduknya, adanya nilai-nilai lokal yang kurang menghargai kekayaan material, dan sebagainya. Faktor-faktor ini adalah faktor internal.
C.    APLIKASI TEORI DI DUNIA PETERNAKAN
Dalam penerapan teori modernisasi ini, penulis dimakalah ini membahas tentang peternakan sapi perah dalam pengembangannya antara tradisional dengan modernisasi.
Usaha peternakan sapi perah sebagai salah satu jenis usaha yang erat kaitannya dengan usaha masyarakat desa. Namun, sebelum kita berbicara lebih jauh mengenai pola peternakan tradisional versus modernisasi peternakan, perlu di jelaskan sedikit arti kata tradisional dalam dunia peternakan. Tradisional berarti rendahnya tingkat adopsi teknologi modern yang ada dalam usaha peternakan atau tidak adanya pengakuan atas teknologi yang digunakan dalam kegiatan operasional. Mungkin mereka mempunyai alasan sederhana mengapa tidak menerima teknologi modern yang diperkenalkan oleh para akademisi dibidang yang berkompeten (misalnya, insinyur peternakan, master, doctoral bidang peternakan, Profesor). Mereka menganggap bahwa teori hanyalah pembicaraan yang membosankan dan memiliki banyak sekali perbedaan dengan aplikasi sebenarnya di lapangan. Mungkin pula mereka lebih mengakui anggapan seperti ini “kondisi terkadang memaksa kita untuk memperpanjang masa adopsi terknologi modern yang sesuai dengan tuntutan intensitas dan kualifikasi peternakan. Padahal sebagai peternak, adopsi secara praktis adalah cara terbaik buat kami”. Tradisionalisme ini pula yang telah membatasi peternak dalam mengembangkan pola peternakan mereka. Sehingga kemajuan usaha peternakan tradisional ini seakan diam di tempat. Pernyataan tersebut dikondisikan berdasarkan sudut peningkatan jumlah populasi, tingkat produksi, dan yield milk.
Mereka tetap berada dalam lingkungan persaingan usaha karena anggapan mereka peternakan tradisional masih cukup menguntungkan dengan prospek yang menjanjikan. Para peternak merasa sangat yakin sekali bahwa ternak sehat berarti mereka juga ikut sehat. Ketangguhan tradisionalisme dalam bersaing dengan modernisasi menjadikan pola ini meregenerasi. Dikatakan tangguh alasannya bahwa peternakan tradisional tidak kenal dengan istilah gulung tikar.
Pola tradisional yang ada dalam usaha peternakan sapi perah membuat komunitas peternak (producers) selalu merasa berada pada level paling bawah dalam ruang lingkup tingkatan usaha peternakan. Producers adalah istilah yang patut pula mereka miliki karena alasan tersebut di atas. Kesederhanaan yang mereka miliki saat ini cenderung mengarah pada tradisi (regenerasi) dengan dunia peternakan masa lalu. Kesederhanaan tersebut terlihat dari sistem ataupun pola yang ada dan masih tetap dipertahankan sebagai bentuk livestock culture yang sudah ada sejak lama atau dengan kata lain regenerasi usaha peternakan tetap konstant. Padahal kalau kita selami lebih dalam komunitas ini telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kemajuan perekonomian secara intern maupun extern.
Kekuatan ekonomi secara intern dapat dilihat dari kemampuan para peternak dalam mempertahankan tradisi maupun sarana prasarana peternakan yang mereka miliki dan mereka gunakan. Hasil dari penggunaan kesederhanaan sarana dan prasarana inilah yang memberikan warna intern dalam pola kesederhanaan mereka untuk mewujudkan kebahagiaan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Itu semua terjadi sudah sejak lama. Namun pada dasarnya tradisi itu masih berlaku dikalangan mereka sampai dengan sekarang. Produksi ternak yang mereka kelola tentu saja bisa dikatakan sebagian besar adalah mata pencaharian pokok keluarga, sehingga pemenuhan kebutuhan keluarga sendiri akan produksi ternak mereka sering kali sudah dalam bentuk perubahan bentuk hasil (product) yaitu berupa finansial yang memang dibutuhkan oleh keluarga. Artinya produksi yang dihasilkan oleh usaha mereka tersebut tidak hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan keluarga dalam bentuk hasil utama dari produksi ternak, tapi cenderung produksi ternak-ternak yang mereka kelola memberikan kontribusi sangat dominan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat luas. Dalam artian bahwa peternakan yang mereka pertahankan dan kelola masih tidak jauh berbeda dengan modernisasi peternakan yang sedang tumbuh sekarang. Kalau dilihat dari tujuan produksi ternak, sebenarnya perbedaannya ada pada penggunaan alat dan sistem peternakan yang dikelola. Jadi hasil produksi peternakan tradisional ini dapat kita jabarkan sebagai bentuk extern. 
Intensifikasi usaha peternakan sapi perah secara tradisional tidak perlu kita hanya menutup sebelah mata atau berpangku sebelah tangan, seolah kita merasa bukan dari sebuah komunitas masyarakat peternak. Padahal mungkin saja kita adalah salah seorang dari konsumen. Konsumen atau costumer berarti peranan kita adalah menyambungkan mata rantai komunitas tersebut jangan sampai terputus. Dapat dilakukan melalui sumbangan-sumbangan pemikiran yang berwawasan developed profesionalisme. Semua itu adalah bagian sumbangan yang sangat diharapkan sekali dalam membangun dan memperbaiki citra peternak tradisional yang ada di negara kita ini.
Antusiasme peternak untuk memajukan usaha peternakan sapi perahnya adalah bagian mata rantai utama yang harus mendapat perhatian dari kita sebagai profesionalis muda. Kontribusi guna pencapaian komplektisitas usahanya itu semakin sangat diperlukan agar mampu mendorong peningkatan pola pikir komunitas tersebut agar menjadi komunitas yang tahan banting (mampu bersaing dengan komunitas peternak luar). Walaupun peternakan tradisional yang ada di negara kita hanya mengandalkan kesederhanaan, namun hal tersebut bukan menjadi sesuatu yang dapat merendahkan citra. Dengan kesederhanaan peternak tidak perlu merasa khawatir dalam mengembangkan peternakannya. Semakin lama pasti akan menemukan beribu pengalaman. Alasannya, butuh tameng berharga dalam mengatasi berbagai masalah yang ada dalam peternakannya. Dari yang saya lihat bahwa peternakan tradisional itu bukanlah peternakan rendahan tapi cenderung peternakan yang mempertahankan pola peternakan tetuanya (sistem regenerasi).
Yield atau hasil yang didapatkan-pun tentunya tidak lebih besar dibandingkan dengan yield peternakan modern saat ini. Tetapi, jika kita pantau dan dilihat dari dekat peternakan tradisional itu memiliki keistimewaan efek komponen yield yang sangat rendah sekali terhadap konsumen. Misalnya, dengan pola peternakan tradisional sudah tentu penggunaan bahan tambahan dalam usaha peningkatan produksi jarang atau sama sekali tidak pernah digunakan, jelas sekali hal inilah yang membuat perbedaan dengan pola peternakan modern. Dalam pola peternakan modern antusias peternak untuk meningkatkan yield menjadi terlihat jelas. Bukan berarti mau memberikan kritikan terhadap modernisasi peternakan, tapi pada saat kita lengah dan membiarkan modernisasi itu menyerang, maka pada saat itu pula aturan-aturan baru maupun cara meningkatkan yield akan menjadi bagian terpenting bagi peternak. Untuk itu, kita harus berani memberikan kritikan baru dengan prinsip-prinsip kebenaran tentunya dapat memberikan kontribusi istimewa bagi kemajuan kedua pola peternakan yang ada. Sekali lagi secara pribadi pantas menanyakan kondisi sebenarnya tentang bagaimana yield terbentuk? Dan dapat dipastikan bahwa kita akan menciptakan pertanyaan-pertanyaan baru pula dalam bentuk pertanyaan dengan penjelasan hasil yang mengkritisi realitas peternakan tradisional versus peternakan modern. Coba tanyakan pada diri sendiri mengapa saya begitu percaya akan modernisasi peternakan saat ini, padahal seutuhnya sebagai professional muda dan konsumen sampai saat ini belum mempunyai andil di dalamnya? Saya berharap harus dapat memberikan analisis yang mudah dimengerti karena modernisasi peternakan yang terjadi, yaitu saat modernisasi memang telah menelanjangi tradisionalisme yang telah saya bangun entah sudah berapa tahun lamanya. Mungkin begitulah apabila kita mendengar celotehan singkat dari peternak yang menyadari bahwa produk atau yield milk peternakannya telah menyumbangkan sebagian dari awal kehancuran pola peternakan tradisional, padahal sebetulnya tidak perlu adanya imbas sebagai efek samping yang diperoleh oleh konsumen atau customer product peternakan yang terlanjur telah mengadopsi modernisasi.
Kenapa kita harus mempertahankan komunitas usaha peternakan sapi perah tradisional yang ada di negara kita atau dengan kata lain untuk wilayah-wilayah tertentu yang telah terlanjur melekat dengan citra peternakan sapi perahnya? Kita perlu memberikan jawaban yang pasti dengan mengkritisi citra peternakan tradisional itu sebenarnya seperti apa dan bagaimana seharusnya kalau kita ingin menjadikan peternakan tradisional sebagai pendukung utama perekonomian negara? Tidak tertutup kemungkinan bahwa dengan pengelolaan yang terarah dalam peningkatan komplektisitas peternakan sapi perah dapat menjadi sumber utama peningkatan perekonomian masyarakat pedesaan (komunitas peternak), dan perbaikan komunitas bisnis perdagangan produk olahan yang bersumber dari sapi perah.
Pada saat kita sadar bahwa sebagai customer dalam hal ini sebagai konsumen maka komplektisitas usaha ini sepertinya telah menjadi otak yang benar-benar harus dimatangkan. Mengapa demikian? Mari kita perjelas sedikit saja, terutama mengenai “tubuh”, salah satunya yang sering kali menjadi pokok penunjang gerak tubuh, agar kita tetap berjalan sebagaimana manusia sehat, yaitu pertulangan sehat. Kesehatan menjadi dambaan setiap insane, karena itu nutrisi dan olah raga yang seimbang akan menjadi bagian sangat penting guna mendukung proses-proses yang terjadi dalam tubuh dan secara nyata dalam aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Kenapa pertulangan kita sehat dan kuat, apakah yakin bahwa kita tidak pernah sama sekali mengkonsumsi susu? Jawabannya cukup hanya anda saja yang tahu. Kalau saya berpendapat, bahwa produk peternakan juga ada didalamnya, yaitu susu. Pengecualiannya adalah bayi, tapi untuk sekarang ini-pun konsumsi susu sapi tidak mutlak bagi orang tua saja, namun bagi bayi-pun susu sapi sepertinya bukanlah hal yang aneh lagi (produk olahan susu). Dimana susu telah diproses sedemikian rupa guna memenuhi kebutuhan sang bayi seperti susu-susu yang telah melalui berbagai proses guna mempertahankan kualitas, kemudian susu tersebut disulap menjadi produk yang sangat menggeliatkan hati orang tua, melalui iming-iming label yang ada pada produk olahan susu, bahwa produk susu ini adalah produk yang tepat untuk memenuhi kebutuhan bayinya.
Seperti kebanyakan orang mengatakan bahwa susu yang sudah menjadi produk olahan susu adalah salah satu jenis sumber penyumbang nutrisi sebagai asupan nutrisi tambahan dari jenis makanan. Jelas tubuh kita membutuhkan nutrisi yang seimbang. Berarti sedikit banyaknya asupan produk susu ke dalam tubuh maka itulah salah satu bentuk ketergantungan kita terhadap komunitas peternakan. Jelas dan jelas!. Perlu kita sadari sebagian sumber kehidupan kita (sebagai seorang konsumen) akan sangat berkorelasi dengan nyawa komunitas peternak. Dan ketertarikan yang sangat besar terhadap salah satu produk peternakan bararti tidak bisa kita pungkiri lagi. Semuanya telah membuat kita terus bergairah dalam memberikan kejelasan prospek ke depan khususnya kondisi dan prioritas dunia peternakan melalui penciptaan kontinuitas konsumsi. Terlihat jelas bahwa inilah suatu mata rantai yang sangat baik bagi dunia peternakan karena semuanya itu telah mendapatkan keseimbangan diantara keduanya, yaitu komunitas peternak dengan komunitas konsumen. 
Semakin besarnya persaingan pasar yang kita ciptakan dengan peternakan luar menuntut kita harus dapat memberikan kontribusi yang sangat serius agar komplektisitas usaha ini menjadi lebih mantap. Sayang sekali hal tersebut terbuang begitu saja, karena objek yang dimiliki telah disia-siakan tanpa kemapanan kita untuk menciptakan sebuah komunitas intern professional dalam pengembangannya. Saya merasa sadar sekali bahwa wajah suram yang ada dalam komunitas peternakan kita menjadi kendala besar untuk mewujudkan persaingan yang mau tidak mau akan dihadapi pada masa-masa sekarang ini. “Tradisional vs modern” menjadi kata-kata yang sangat menyesakkan bagi peternak tradisional dan peternak modern.
Komunitas peternak sapi perah, sepertinya terus saja mencoba untuk meyakinkan dunia konsumen. Mereka berusaha dengan gigih agar dapat berperan dalam dunia nyata kehidupan manusia seiring dengan perkembangan maupun kemajuan zaman. Namun, dititik lain tidak sedikit pula bahwa konsumen-pun masih mengeluh, apa obat terbaik bagi tubuh komunitas peternak? Ini sepertinya sebuah pertanyaan segar agar mereka dapat menemukan sampai pada apa yang menjadi kontribusi dari usaha mereka bagi dunia sekitar. Sebagai upaya menjadikan komunitas yang memiliki nilai luar biasa. Belum adanya komunitas tersebut untuk meyakinkan konsumen dengan kriteria standarisasi persusuan market dunia membuat mereka merasa gerah terhadap pertanyaan tersebut. Saya pikir, keutamaan kita ialah mempertahankan kualitas produk. Karena kualitas akan  menjadi bagian terpenting dalam dunia market. Sedangkan bila bicara masalah kuantitas, bagi kita sepertinya itu bukanlah menjadi masalah paling urgent.
Instansi pengolahan produk peternakan sangat menutut sekali agar komplektisitas susu murni yang dihasilkan oleh peternakan tradisional mampu meyakinkan dunia market. Komplektisitas disini menjadi bagian konkret dari upaya improvement on dairy productivity. Instansi pengolahan produk susu tidak perlu bekerja keras melakukan perbaikan mutu susu bagi peternakan modern, karena mereka tahu kualitas susu yang dihasilkan oleh peternakan modern jelas telah mengarah pada peningkatan mutu. Ini jelas berbeda dengan peternakan tradisional yang ada di negara kita.
Saat ini kualitas produk (susu murni ataupun produk olahan susu) yang kita miliki bukanlah menjadi hal baru bagi dunia market. Fokus yang terjadi karena rendahnya kualitas persusuan nasional sepertinya membuat antusias para konsumen menjadi berkurang. Nyata sekali bahwa kualitas memegang peranan pokok dalam pola persaingan bisnis yang ada saat ini, baik dibidang usaha pengembangan peternakannya maupun dibidang hasil peternakan (misal susu murni cair, dan produk olahan susu). Semua itu tercipta dan terbukti karena semakin banyaknya produk-produk luar yang mulai merambah market persusuan Indonesia, mereka tidak segan-segan melampirkan iming-iming luar biasa (promosi) yang benar-benar dapat meyakinkan konsumen. Sistem promosi tersebut menyiratkan pada kita bahwa inilah wajah industri peternakan atau wajah peternakan yang ada di negara ini, ketinggalan sudah bukan menjadi masalah baru.
Solusi dari persaingan pola-pola peternakan yang dimiliki saat ini mencitrakan bahwa keuletan dan ketangguhan para peternak perlu diciptakan guna menekan persaingan yang membuat peternakan tradisional selalu berada di bawah. Memang menjadi hal tersulit bagi peternak maupun pelaku bisnis untuk mengangkat citra komunitas peternakan tradisional, karena kenyataannya inilah peternakan tradisional yang kita miliki.
Jadi, penyelamatan dunia peternakan akan semakin terbuka apabila kita memang memiliki kekuatan dan keuletan untuk meningkatkan kualitas produk dalam negeri. Itulah sebenarnya sebagian dari cara kita untuk addeted and complex process agar diperoleh kemajuan dalam upaya pengembangan usaha peternakan. Kemudian dengan sendirinya titik terang akan berada dibagian usaha peternakan tradisional. Sebagai seorang insinyur tentu saja tidak mengharapkan dunia peternakan yang ada di negara ini menjadi bagian yang sangat terpuruk, seakan-akan konsumen tidak pernah merasa adanya kaitan dengan hal tersebut. Saya pikir kita semua berharap sekali bahwa jangan sampai ada komunitas peternakan sapi perah yang beralih profesi. Karena beralihnya profesi berarti beralih pula kemampuan dan regenerasi usaha yang dimiliki. Kenapa demikian? Karena untuk membangun keahlian baru akan menjadi sangat sulit apalagi semua itu bisa menurunkan minat dan kemampuan terhadap usaha peternakannya sendiri.
D.    DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF TEORI MODERNISASI

v  Dampak Positif

a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional.
b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.

v  Dampak Negatif

Dampak negatif modernisasi dan globalisasi adalah sebagai berikut.
a. Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
b. Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
d. Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Teori modernisasi lahir sebagai tanggapan ilmuwan sosial barat terhadap apa yang terjadi di Dunia ketika stelah Perang Dunia II. Teori ini muncul segagai upaya Amerika untuk memenangkan perang ideologi melawan sosialisme yang pada waktu itu populer. Bersamaan dengan itu, lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika, dan Amerika Latin bekas jajahan Eropa melatarbelakangi perkembangan teori ini. Teori ini dapat melahirkn dampak postif dan negative dalam pengaplikasian di dalam dunia peternakan. Untuk dapat mengetahui dampak tersebut maka dari itu adanya perbandingan antara cara tradisional dan modernisasi dalam bidang peternakan.
B.     SARAN
Kami berharap selaku pemakalah tentang teori modernisasi agar pembaca dapat mengetahui aplikasi teori modernisasi dalam dunia peternakan dan mengetahui danpak positif dan negative teori ini.







DAFTAR PUSTAKA
Afand. 2009. Dampak Positif dan Negatif Globalisasi dan Modernisasi             http://afand.abatasa.com/post/detail/2761/dampak-positif-dan          dampaknegatif--globalisasi-dan-modernisasi. Diakses pada hari Sabtu, 21 April 2012.
Anonim . 2012 . Modernisasi . http://id.wikipedia.org/wiki/Modernisasi . Diakses pada hari Sabtu, 21 April 2012.
Schoorl, J.W. 1980. “Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara       negara sedang Berkembang”. PT. Gramedia. Jakarta.
Singgih Ujianto. 2009.Teori Modernisasi dan Ketergantungan.      http://ujiantosinggih.com/ teoriteorisosial/teori-modernisasi - dan ketergantungan.html.  Diakses pada hari Sabtu, 21 April 2012.
Yudimasmi. 2008. Pola Peternakan Tradisional versus Modernisasi.
tradisional vs-modernisasi-peternakan-sapi-perah/. Diakses pada hari Sabtu, 21 April 2012.
Weiner, Myron. 1980. Modernisasi Dinamika Pertumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wintrianto. 2010. Dampak Modernisasi Terhadap Masyarakat Pedesaan.            http://witrianto.blogdetik.com/2010/12/08/dampak-modernisasi-terhadap    masyarakat-pedesaan/comment-page-1/. Diakses pada hari Sabtu, 21 April     2012.







0 komentar:

Posting Komentar

My Blog List

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.