BAB
I
PENDAHULUAN
Kebudayaan atau dunia kehidupan manusia tersebut
sekurang- kurangnya meliputi tujuh unsur umum cultural universal), yakni pengertahuan
(cognitif/ideationa/mental materia), bahasa, organisasi sosial, ekonomi,
kesenian, religi, dan kepercayaan. Setiap unsur kebudayaan terdiri dari tiga
tingkatan wujud/ rupa, yakni sistem budaya (gagasan, pengetahuan,nilai,
keyakinan, norma, moral, perasaan, intuisi, dan lain-lain), sistem social (tindakan
dan kehidupan kolektif), dan sistem alat peralatan/ teknologi. Sistem budaya
yang terkristalisasi menjadi sistim nilai budaya merupakan pedoman/acuan (preference/dominant )
bagi sitem sosial dan sistem alatperalatan, sebaliknya sistem alat peralatan
dan sistem sosial menjadiprasyarat/penentu (determinat) terhadap sistem budaya.
Adapun sistemsosial merupakan wadah bagi pengamalan sistem nilai budaya
danpenerapan sistem alat/peralatan.dari gambaran dan ilustrasi
unsur-unsur budaya nelayan dan pelayar dapat diramu dan diseleksi berbagai
unsur nilaibudaya bahari yang dianggap potensial untuk direvitalisasi
dandikembangkan kedepan sebagai landasan pembangunan budaya bahari diindonesia
pada segala unsur atau aspeknya. Unsur-unsur nilai dan normabudaya positif yang
mengakar dalam berbagai kelompok nelayan dan pelayar dari berbagai suku
bangsa (ethnic groups) seperti dibawah ini :
•
Komunalisme
•
Arif lingkungan
•
Berkehidupan bersama/kolektifitas
•
Egalitarian
•
Rukun dan setia kawan dalam kelompoknya
•
Saling mempercayai
•
Patuh/taat norma
•
Bertanggung jawab
•
Disiplin
•
Kreatif-inovatif
•
Teguh pendirian
•
Kepetualangan
•
Berani mengambil resiko
•
Adaptif dan kompetitif
•
Berwawasan kelautan dan kepulauan
•
Multikulturalis
•
Nasionalis
•
Berpandangan dunia/keterbukaan
Bagi negara Indonesia yang merupakan negara
kepulauan, lautmerupakan aset yang sangat berharga dan harus dikelola dengan
dijaga,dimanfaatkan dan dilestarikan secara sungguh-sungguh. Dalam laut, di
dasar laut serta tanah dibawahnya terkandung potensi sumberdaya baik
hayatimaupun non hayati yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia.Laut
memiliki nilai ekonomik yang “tangible “ maupun yang“intangible”.
1)
Berbagai sektor kelautan yang memiliki nilai ekonomik yang tangibleantara lain:
a) Perikanan. Potensi sumberdaya
perikanan laut Indonesia lebihdari 6 juta ton per tahun yang tersebar pada
sembilan wilayahperikanan ikan. Potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 80%
nya.
b) Pelayaran. Pelayaran merupakan sistem yang
meliputi: perkapalan, kepelabuhanan,
c) Penambangan lepas pantai
d) Kesehatan dan biodiversitas 2 Wisata bahari.
2)
Nilai ekonomil lainnya adalah penyerapan tenaga kerja. Dengan laju pertambahan
penduduk seperti yang sekarang, laju pertambahan angkatan kerja lebih cepat
dibandingkan dengan laju pertambahan lapangan kerja. Hal ini antara lain
disebabkan karena makin sulit mengharapkan mengembangkan pertanian untuk
menyerap tambahan angkatan kerja
.3)
Nilai yang intangible antara lain:
a) Pengendalian cuaca.
b) Habitat laut
c) Hubungan internasional.
Sementara itu, sesuai dengan tuntutan kebutuhan,
peraturan perundang undangan /ordonansi yang mengatur laut atau berkaitan dengan
laut tetap diberlakukan dengan atau tanpa perubahan.Misalnya Ordonansi Laut Undang-undang
tentang Kelautan disusun berdasarkan pada asas-asas: kedaulatan, tanggung-jawab
negara, pembangunan berkelanjutan, keterpaduan,
ekologis, kehati-hatian , prioritas, kepentingan nasional, kerakyatan dan
berkeadilan dengan tujuan:
a) Mewujudkan negara kelautan dan maritim yang maju,
aman dansejahtera.
b) Menciptakan laut yang lestari,
aman, serta teridentifikasi sumberdayalautnya, dalam yurisdiksi nasional dan
diluar yurisdiksi nasional.
c) Memanfaatkan sumberdaya kelautan
dan kekayaan laut dalamyurisdksi Negara Kesatuan Republik Indonesia , laut
lepas dan dasar samudera dalam, secara berkelanjutan sebesar-besarnya bagi
generasisekarang tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang.
d) Menciptakan sumberdaya manusia
kelautan yang profesional,beretika, berdedikasi, dan mampu mendukung
pembangunan kelautansecara optimal dan terpadu.
e) Membentuk pemerintahan yang
berorientasi pada pembangunan kelautan bagi kepentingan pembangunan nasional (oceans
governance).
f) Mengembangkan budaya dan atau
pengetahuan kebaharian bagi masyarakat untuk menumbuhkan pembangunan yang
berorientasi kelautan.
BAB
II
I
S I
Masyarakat
bahari dimaksudkan sebagai, mereka yang mendiami wilayah pesisir atau
pulau-pulau dan memanfaatkan sumber daya kelautan atau sumberdaya bahari dalam
rangka interaksi sosialnya dalam jangka waktu lama dan telah membentuk
kehidupan bersama yang serasi dan telah mewujudkan ”rasa kita”
(we-feeling ) diantara mereka. ”rasa kita” (we-feeling ) itu, terwujud dalam
interaksi mereka dalam mengambil peranan (role-taking ) secara teratur dan
rasa saling bergantung ( defendency-feeling ) satu sama lain (Sallatang,
et.al, 1999). Kompleksitas fenomena sosial budaya, terutama berkaitan dengan beragamnya
kelompok dan kategori sosial terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam
pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan laut serta beragamnya sektor mata
pencaharian terkait laut akibat modernisasi yang berkembang menjadi alasan
lebih cocok memilih terminologi ‘budaya bahari’daripada terminologi-terminologi
‘budaya maritim’ dan ‘budaya marin’ dalam melihat pengaruh keterhubungan budaya
lokal terhadap formasi sosial baru masyarakat yang terbentuk akibat
modernisasi. Dalam sistem budaya bahari terdiri dari unsur-unsur sistem
seperti; pengetahuan, gagasan, keyakinan /kepercayaan, nilai, dan norma/ aturan
dan pengenalan lingkungan sosialnya berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya
dan jasa - jasa laut. Unsur - unsur sistem tersebut menjadi regulator masyarakat bahari dan dilain pihak,
masyarakat bahari mendukung dan memberikan energi kepada budaya bahari. Keterhubungan
antara informasi budaya bahari dan penguatan energi dalam sistem social masyarakat,
akan menyebabkan masyarakat bahari di satu pihak membentuk kepribadian, watak
atau jiwa bahari individu angggota-anggotanya dan dilain pihak, individu
anggota masyarakat bahari mendukung dan memberikan energi kepada masyarakat
bahar. Berkaitan dengan itu, masyarakat nelayan suku bangsa Bugis danMakassar,
dalam tulisannya menggambarkan orang Bugis dan Makassar yang tinggal di daerah
pantai dan pulau-pulau kecil, mencari ikan merupakan suatu mata pencaharian
hidup yang amat penting. Dalam hal ini, mereka menangkap ikan dengan
perahu-perahu layar sampai jauh dilaut. Orang Bugis dan Makassar adalah sebagai suku bangsa
pelaut di Nusantara ini yang telah mengembangkan suatu kebudayaan bahari sejak
beberapa abad yang lalu. Sebagai suku bangsa
pelaut, mereka telah mampu menciptakan teknologi pelayaran yang sesuai dengan
alam lingkungan kelautan, ciptaan perahu layar yang terkenal seperti tipe ‘Pinisi’ dan
‘Lambo’ telah teruji kemampuannya mengarungi perairan Nusantara bahkan sampai ke
Srilangka dan Philipina untuk ‘berdagang’. Kemampuan berlayar dengan teknologi
pelayaran yang dimiliki itu, telah mendorong terciptanya hukum niaga dalam
pelayaran, seperti “ Ade alloppiloping Bicaranna PabbaluE” yang tertulis
pada lontarak oleh Amanna Gappa ” dalam abad ke-17. Dengan tulisan
tersebut, terungkap jelas, bahwa masyarakat nelayan suku Bugis-Makassar telah
mengembangkan kemampuannya menjadi masyarakat nelayan yang tertata pada suatu
sistem sosial kemasyarakatan dengan orientasi kebudayaan kepada laut sebagai
sarana dalam rangka aktivitas kehidupan mereka maupun dalam kegiatan
pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan laut yang tergambar dalam kehidupan
masyarakatnya yang mampu mengembangkan kemampuan dalam bidang pelayaran
penangkapan ikan, teknologi pelayaran, usaha perdagangan dan aturan-aturan
hukum dibidang perdagangan. Strategi adaptasi yang menjadi bagian budaya bahari
mayarakat nelayan Bugis-Makassar berkenaan dengan kehidupan mereka, dapat
dilihat dalam konteks nilai-nilai, ideologi dan teknologi. Hal yang berhubungan
dengan masalah nilai dapat terlihat pada penekanan pada sifat egalitarian, aturan
bagi hasil, pengaturan hak-hak pemilikan, prinsip yang mendasari adanya kerjasama
dan adanya pengerahan tenaga kerja. Strategi yang berhubungan dengan masalah
ideologi dapat dilihat pada adanya berbagai macam ritual, magis dan kepercayaan
yang berhubungan dengan aktivitas kelautan. Sedangkan strategi nelayan yang berhubungan
dengan teknologi dapat dijumpai pada adanya berbagai macamalat tangkap dan
mobilitas yang dilakukan. Salah satu bukti sejarah dari jiwa bahari nelayan
suku Bugis dan Makassar adalah adanya mobilitas yang tinggi sebagai spirit
untuk berusaha. Konteks itu terekam dalam pengaruh kebudayaan Bugis-Makassar di pantai utara Australia.
Disebutkan bahwa para nelayan Bugis dan Makassar secara teratur berlayar ke
perairan tersebut (Pantai Marege), setidaknya sejak tahun 1650 (masa Kerajaan
Gowa di Makasar). Mereka
berlayar dalam bentuk armada perahu berjumlah 30 sampai 60 perahu, dan
masing-masing memuat sampai 30 orang untuk mencari ikan teripang. Para nelayan
suku Bugis-Makassar diyakini senang berpetualang mencari daerah-daerah baru penangkapan,
para nelayan ikan teripang itu membangun rumah-rumah sementara, menggali sumur
dan menanam pohon-pohon asam di sana.
Banyak orang-orang Aborijin yang bekerja untuk para nelayan teripang tersebut,
mempelajari bahasa mereka, menggunakan kebiasaan menghisap tembakau, membuat
gambar perahu, mempelajari tarian mereka dan 'meminjam' beberapa kisah yang
mereka ceritakan. Beberapa orang Aborijin ikut berlayar pada saat mereka pulang
ke Sulawesi, dan kembali ke Australia pada musim monsun berikutnya, bahkan
beberapa di antaranya ada yang menetap di Sulawesi. Sampai saat ini, pengaruh
orang Bugis dan Makasar dapat dilihat dalam bahasa dan kebiasaan yang
digunakan oleh orang-orang suku Aborijin di Australia. Oleh karena itu, aspek
nilai budaya bahari nelayan Bugis-Makassar menjadi salah satu aspek yang akan
dilihat dalam konteks budaya lokal, sehubungan
dengan terjadinya dualisme yang mentrasisi dinamika perubahan sosial masyarakat
nelayan melalui pengetahuan dan teknologi tradisional di satu pihak dan
pengetahuan dan teknologi modern pada pihak yang lain, sehingga konteks nilai
budaya local ini diduga akan mempunyai pengaruh tehadap formasi sosial baru masyarakat
nelayan yang terbentuk akibat modernisasi. Asumsi ini lahir dari pemikiran
kalangan Neo-Marx tentang kapitalisasi dengan teori artikulasinya bahwa,
kapitalisasi di negara berkembang diyakini tidak akan sama”modelnya” dengan
kapitalisasi yang telah terjadi di negara Eropa, hal ini disebabkan karena
adanya resistensi tatanan lokal yang ikut mewarnai proses tersebut, sehingga
kapitalisme yang terbentuk akan memiliki karakter dan ciri tersendiri
berdasarkan pengaruh kontekstual tingkat lokal. Oleh karena itu struktur sosial
masyarakat itu terdiri dari elemen-elemen yang tidak masif, sehingga kombinasi modes
of production dalam suatu social
formation itulah yang menentukan karakteristikmasyarakat, yang berkembang dalam
waktu dan tempat.
Sebagai sebuah negara maritim Indonesia memiliki
nilai strategis yang memperoleh pengakuan dari dunia internasional. Pada konsep
hukum laut yang kita anut ada 3 aspek pengembangan yang menjadi sasaran pembangunan
berkelanjutan bagi kelautan Indonesia, yaitu aspek ekonomi berupa hak untuk
mengeksploitasi dan mengeksplorasi hasil-hasil kelautan,aspek ekologi yaitu
upaya pelestarian dan pengelolaan potensi laut, aspek sosial budaya pelestarian
budaya bahari. Ketiga aspek ini menjadi sangat penting dan memerlukan dukungan
ilmu dan teknologi yang saat ini masih merupakan pekerjaan rumah bagi
pemerintah jika benar-benar serius ingin memajukan kelautan Indonesia. Akan
tetapi pada perkembangannya terjadi perubahan paradigma serta pola pikir
pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam memandang wilayah kelautan Indonesia
hingga berimbas pada terabaikannya potensi kelautan. Hal ini juga disebabkan
oleh menipisnya rasa nasionalisme serta kecintaan akan budaya kelautan bangsa
Indonesia, hingga laut Indonesia seolah-olah hanya menjadi halaman belakang
dari negeri ini. Ketidaktahuan kita
terhadap budaya maritim serta pergeseran paradigma dalam memandang wilayah
kelautan di Indonesia juga berdampak pada eksistensi pulau-pulau terluar yang
berada di sekeliling wilayah perairan kita. Kasus
Sipadan Ligitan adalah contoh konkrit dari lemahnya pengawalan serta kewaspadaan
kita dalam menjaga kedaulatan negara kepulauan kita. Selanjutnya ini menjadi
home work bagi pemerintah dan generasi muda yang masih concern untuk mencegah
kasus serupa terjadi yang mengancam kedaulatan negara. Di sinilah letak
pentingnya revitalisasi kembali budaya maritim dengan mengembalikan konsep
sosial budaya laut sebagaipemersatu Nusantara.Dalam sistem budaya bahari
terdiri dari unsur-unsur sistem seperti; pengetahuan, gagasan,
keyakinan/kepercayaan, nilai, dan norma/aturan danpengenalan lingkungan
sosialnya berkenaan dengan pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa laut.
Unsur-unsur sistem tersebut menjadi regulator masyarakat bahari dan dilain
pihak, masyarakat bahari mendukung dan memberikan energi kepada budaya bahari.
Keterhubungan antara informasi budaya bahari dan penguatan energi dalam sistem social
masyarakat, akan menyebabkan masyarakat bahari di satu pihak membentuk kepribadian,
watak atau jiwa bahari individu angggota-anggotanya dan di lain pihak, individu
anggota masyarakat bahari mendukung dan memberikan energi kepada masyarakat
bahari. Setiap unsur kebudayaan terdiri dari tiga tingkatan wujud/ rupa, yakni sistem
budaya (gagasan, pengetahuan, nilai, keyakinan, norma, moral,perasaan, intuisi,
dan lain-lain), sistem sosial (tindakan dan kehidupan kolektif), dan sistem
alat peralatan/ teknologi. Sistem budaya yang terkristalisasi menjadi sistim
nilai budaya merupakan pedoman/acuan ( preference/dominant ) bagi
sistem sosial dan sistem alat peralatan, sebaliknya sistem alat peralatan dan
sistem sosial menjadi prasyarat/ penentu (determinat) terhadap sistem budaya.
Adapun sistem sosial merupakan wadah bagi pengamalan sistem nilai budaya dan
penerapan sistemalat/ peralatan.dari gambaran dan ilustrasi unsur-unsur budaya
nelayan dan pelayar dapat diramu dan diseleksi berbagai unsur nilai budaya
bahari yang dianggap potensial untuk direvitalisasi dan dikembangkan kedepan
sebagai landasan pembangunan budaya bahari di indonesia pada segala unsur atau aspeknya.
Unsur-unsur nilai dan norma budaya positif yang mengakar dalam berbagai
kelompok nelayan dan pelayar dari berbagai suku bangsa (ethnic groups) seperti
dibawah ini :
•
Komunalisme
•
Arif lingkungan
•
Berkehidupan bersama/kolektifitas
•
Egalitarian
•
Rukun dan setia kawan dalam kelompoknya
•
Saling mempercayai
•
Patuh/taat norma
•
Bertanggung jawab
•
Disiplin
•
Kreatif-inovatif
•
Teguh pendirian
•
Kepetualangan
•
Berani mengambil resiko
•
Adaptif dan kompetitif
•
Berwawasan kelautan dan kepulauan
•
Multikulturalis
•
Nasionalis
•
Berpandangan dunia/ keterbukaan
Bagi negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan,
laut merupakan aset yang sangat berharga dan harus dikelola dengan dijaga, dimanfaatkan
dan dilestarikan secara sungguh-sungguh. Dalam laut, di dasar laut serta
tanah dibawahnya terkandung potensi sumberdaya baik hayati maupun non hayati
yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Potensi kelautan yang mampu
dikelola indonesia secara maksimal saat ini masih berada pada wilayah laut
teritorial sedangkan di wilayah Zona Ekslusif dan perairan pedalaman belum
terkelola secara maksimal. Kenyataan ini juga bisa di lihat pada pengambilan
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk wilayah perairan yang seharusnya
berpijak padarealitas geografis negara kepulauan hal ini terkait dengan
pemanfaatan sumber daya kelautan. Bisnis kelautan masih kurang berkembang
sesuai potensi besar yang di miliki oleh laut Indonesia. Adalah sebuah pemandangan
yang ironis di tengah kenyataan kita sebagai negara maritime yang besar, justru
kebanggaan serta upaya untuk meningkatkan potensi tersebut belum maksimal. Hal ini
juga terlihat dari belum sejahteranya masyarakat pesisir sebagai komunitas
pertama yang seharusnya merasakan kekayaan sumber daya kelautan kita. Masalah
kemiskinan adalah akumulasi dari kompleksitas dari permasalahan di wilayah
pesisir yang di sebabkan oleh rendahnyapendidikan serta gaya hidup konsumtif
masyarakat pesisir. Kebijakan yang dibuat untuk wilayah perairan kita terkesan
tidak utuh dan terintegritas akibatnya kantong-kantong kemiskinan di negeri ini
justru banyak di dapati pada wilayah pesisir. Selama ini masyarakat yang
tinggal dan bermukim di sekitar wilayah perairan kita masih memiliki serta
memegang teguh budaya bahari serta kearifan lokal dalam mengelola potensi
kelautan. Sosiologi budaya pesisir lebih berbasis pada sektor budaya yang
menjadi potret dualisme masyarakatkita antara budaya agraris dan budaya
maritim, hanya saja dalam perkembangannya budaya ini mulai tergerus oleh
pengaruh globalisasi, hingga kecenderungan yang tersisa sekarang pada budaya
bahari adalah ritual-ritual yang hanya dijalankan oleh sebagian kelompok tanpa
apresiasi berarti dari pihak pemerintah dan masyarakat Indonesia yang notabene
jugasebagai bagian dari negara maritim yang besar ini. Adalah tantangan terbesar
kita saat ini untuk kembali mengembalikan citra negara maritim yang sampai saat
ini kita miliki tapi kurang menjadi perhatian kita. Serta pentingnya komitmen
& sinergi antara pemerintah & masyarakat untuk memperkenalkan kembali
konsep negara maritim dibarengi dengan rencana pembangunan berkelanjutan
terhadap pengelolaan potensi yang terdapat di wilayah perairan kita lingkungan
lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan
hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan . Penataan ruang laut
berfungsi sebagai pemersatu dan pengikat wilayah nasional yang berasaskan
pemanfaatan ruang bagisemua kepentingan secara terpadu, berdaya guna, berhasil
guna, serasi, selaras, seimbang, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan,
keadilan, dan perlindungan hukum. Penataan ruang laut berdasarkan nilai fungsi
kawasan serta aspek kegiatan meliputi antara lain : pelayaran, perikanan,
pariwisata laut, pertambangan dilaut, penegakan hukum di laut, pelaksanaan
otonomi daerah, dan kegiatanlain yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya
alam di laut, penelitian dan pelestarian lingkungan laut. Dalam pemanfaatan dan
pendayagunaan laut, Laut memiliki berbagai fungsi:
a. Laut
sebagai sumber Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. Didalamlaut tumbuh dan dapat
ditumbuhkan berbagai sumber-sumber bahanpemenuhan kebutuhan dasar manusia
terutama pangan, seperti ikan danbiota perairan lainnya.
b. Laut
sebagai Sumber Bahan Dasar dan Sumber Energi. Pada dasar laut dan di bawah
laut tertentu berbagai mineral yang dapat ditambang untuk digunakan sebagai
bahan baku industri dan sebagai sumber energi.
c. Laut
sebagai medan industri.
Tersimpul
pada kedua hal tersebut diatas, laut juga merupakan medan kegiatan industri ,
baik secara langsung seperti pelayaran, pertambangan lepas pantai, maupun
secara tidak langsung seperti proses bahan makanan, industri galangan kapal, industri
alat-alat pertambangan lepas pantai dll. Perikanan mempunyai peranan penting
dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam
meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan dan peningkatan
taraf hidup bangsa pada umumnya, nelayan kecil, pembudi daya ikan kecil,
dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan
, kelestarian, dan kesetersediaan sumber daya ikan.Dalam rangka pembangunan nasional
berdasarkan Wawasan Nusantara, pengelolaan perikanan perlu dilakukan dengan
sebaik-baiknya dengan cara sbb:
a. berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan,
pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi dan kelestarian sumberdaya ikan
dan lingkungannya yang berkelanjutan, dengan mengutamakan perluasan kesempatan
kerja, peningkatan taraf hidup bagi nelayan dan peningkatan penerimaan dan
devisa negara. Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya ikan
secara optimal dan berkelanjutan perlu ditingkatkan peranan pengawas perikanan
dan peran serta masyarakat dalam upaya pengawasan dibidang perikanan
secara berdaya guna dan berhasil guna.
b. pengelolaan perikanan wajib didasarkan pada
prinsip perencanaan dan keterpaduan pengendaliannya.
c. Pengelolaan perikanan dilakukan dengan
memperhatikan pembagian kewenangan antara Pemenrintah Pusat dan Pemerintah
Daerah Pengelolaan perikanan yang memenuhi unsur pembangunan yang berkesinambungan
, yang didukung dengan penelitian dan pengembangan perikanan seta pengendalian
yang terpadu. Pengelolaan perikanan dengan meningkatkan pendidikan dan
pelatihan serta penyuluhan di bidang perikanan. Keadaan alam, flora dan fauna,
peninggalan purbakala, peninggalan sejarah serta seni dan budaya yang dimiliki
bangsa Indonesia merupakan sumberdaya dan modal yang besar artinya bagi usaha
pengembangan dan peningkatan kepariwisataan. Kepariwisataan mempunyai peranan
penting untuk memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja mendorong
pembangunan daerah, memperbesar pendapatan nasional, serta memupuk rasa cinta
tanah air, memperkaya kebudayaan nasional. Penyelenggaraan kepariwisataan
dilaksanakan berdasarkan asas manfaat,usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan
merata, perikehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan pada diri sendiri.
Penyelenggaraan kepariwisataan bertujuan: memperkenalkan, mendayagunakan,
melestarikan dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata; memupuk rasa
cintatanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa; memperluas dan memeratakan
kesempatan berusaha dan lapangan kerja; meningkatkan pendapatan nasional dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; mendorong
pendayabunaan produksi nasional. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar
memiliki potensi kekayaan dan keindahan laut yang diminati oleh wisatawan dalam
dan luar negeri, serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Wisata laut meliputi
: menyelam, berselancar, berlayar pesiar, bermain jet ski, berselancar angin,
serta mengunjungi resort-resort yang tersedia di pulau-pulau. Pemerintah wajib mengatur
pemanfaatan dan pengelolaan berdasarkan tata ruang wilayah dan dilaksanakan
dengan asas kelestarian, berkelanjutan, keterpaduan, keterpeliharaan, dan
memperhatikan aspek ekologis kawasan serta melibatkan peran serta masyarakat
adat, masyarakat lokal dan masyarakat pesisir sebagai pemangku kepentingan.
BAB IV
PENUTUP
4. 1 Kesimpulan
Masyarakat bahari dimaksudkan sebagai, mereka yang mendiami
wilayah pesisir atau pulau-pulau dan memanfaatkan sumberdaya kelautan atau
sumberdaya bahari dalam rangka interaksi sosialnya dalam jangka waktu lama dan
telah membentuk kehidupan bersama yang serasi dan telah mewujudkan ”rasa kita”
(we-feeling) diantara mereka. ”rasa kita” (we-feeling) itu, terwujud dalam
interaksi mereka dalam mengambil peranan (role-taking) secara teratur dan rasa
saling bergantung (defendency-feeling) satu sama lain. Kompleksitas fenomena
sosial budaya, terutama berkaitan dengan beragamnya kelompok dan kategori
sosial terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam pemanfaatan
sumberdaya dan lingkungan laut serta beragamnya sektor mata pencaharian terkait
laut akibat modernisasi yang berkembang menjadi alasan lebih cocok memilih
terminologi ‘budaya bahari’ daripada terminologi-terminologi ‘budaya maritim’
dan ‘budaya marin’ dalam melihat pengaruh keterhubungan budaya lokal terhadap
formasi sosial baru masyarakat yang terbentuk akibat modernisasi. Dalam sistem
budaya bahari terdiri dari unsur-unsur sistem seperti; pengetahuan, gagasan, keyakinan/
kepercayaan, nilai, dan norma/ aturan dan pengenalan lingkungan sosialnya
berkenaan dengan pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa laut. Unsur-unsur sistem
tersebut menjadi regulator masyarakat bahari dan dilain pihak, masyarakat
bahari mendukung dan memberikan energi kepada budaya bahari. Keterhubungan
antara informasi budaya bahari dan penguatan energi dalam sistem social masyarakat,
akan menyebabkan masyarakat bahari di satu pihak membentuk kepribadian, watak
atau jiwa bahari individu angggota-anggotanya dan dilain pihak, individu
anggota masyarakat bahari mendukung dan memberikan energi kepada masyarakat
bahari. Setiap unsur kebudayaan terdiri dari tiga tingkatan wujud/ rupa, yakni
sistem budaya (gagasan, pengetahuan, nilai, keyakinan, norma, moral, perasaan,
intuisi, dan lain-lain), sistem social (tindakan dan kehidupan kolektif), dan
sistem alat peralatan/ teknologi. Sistem budaya yang terkristalisasi menjadi
sistim nilai budaya merupakan pedoman/acuan ( preference/dominant ) bagi
sistem social dan sistem alat peralatan, sebaliknya sistem alat peralatan dan
sistemsosial menjadi prasyarat/ penentu (determinat) terhadap system budaya.
Adapun sistem sosial merupakan wadah bagi pengamalan sistem nilai budaya dan
penerapan sistem alat/ peralatan.dari gambaran dan ilustrasi unsur-unsur budaya
nelayan dan pelayar dapat diramu dan diseleksi berbagai unsur nilai budaya
bahari yangdianggap potensial untuk direvitalisasi dan dikembangkan kedepan sebagai
landasan pembangunan budaya bahari di indonesia padasegala unsur atau aspeknya.
Unsur-unsur nilai dan norma budaya positif yang mengakar dalam berbagai
kelompok nelayan dan pelayar dari berbagai suku bangsa (ethnic groups) seperti
dibawah ini :
•
Komunalisme
•
Arif lingkungan
•
Berkehidupan bersama/kolektifitas
•
Egalitarian
•
Rukun dan setia kawan dalam kelompoknya
•
Saling mempercayai
•
Patuh/taat norma
•
Bertanggung jawab
•
Disiplin
•
Kreatif-inovatif
•
Teguh pendirian
•
Kepetualangan
•
Berani mengambil resiko
•
Adaptif dan kompetitif
•
Berwawasan kelautan dan kepulauan
•
Multikulturalis
•
Nasionalis
•
Berpandangan dunia/ keterbukaan
Bagi negara Indonesia yang merupakan negara
kepulauan, laut merupakan aset yang sangat berharga dan harus dikelola dengan dijaga,
dimanfaatkan dan dilestarikan secara sungguh-sungguh. Dalam laut, di dasar laut
serta tanah dibawahnya terkandung potensisum berdaya baik hayati maupun non
hayati yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Dalam rangka
pembangunan nasional berdasarkan Wawasan Nusantara, pengelolaan perikanan perlu
dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan cara sbb:
a. berdasarkan
asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan,
efisiensi
dan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya yang berkelanjutan, dengan mengutamakan
perluasan kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup bagi nelayan dan
peningkatan penerimaan dan devisa negara. Untuk menjamin terselenggaranya
pengelolaan sumber daya ikan secara optimal dan berkelanjutan perlu
ditingkatkan peranan pengawas perikanan dan peran serta masyarakat dalam upaya
pengawasan dibidang perikanan secara berdaya guna dan berhasil guna.
b. pengelolaan
perikanan wajib didasarkan pada prinsipperencanaan dan keterpaduan
pengendaliannya.
c. Pengelolaan perikanan dilakukan dengan memperhatikan
pembagian kewenangan antara
Pemenrintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Pengelolaan perikanan yang memenuhi unsur pembangunan yang
berkesinambungan ,yang didukung dengan penelitian dan pengembangan perikanan
seta pengendalian yang terpadu. Pengelolaan perikanan dengan meningkatkan
pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan di bidang perikanan.
4.2 Saran
Melihat keadaan yang
terlihat, diharapkan revitalisasi disektor bahari dan pengembangannya
dapat didukung oleh seluruh kalangan masyarakat dan pemerintah menyediakan dan
membangunan sarana- sarana yang mendukung kegiatan revitalisasi ini , dan terus
diupayakan terutama didaerah - daerah terpencil. Selain itu diharapkan kepada masyarakat
luas agar menggunakan produk dalam negeri terutama produk-produk sektor
kelautan sehingga dapat memberian pemasukan yang besar bagi negara begitu juga
dengan taraf hidup nelayan dan pelayar di negeri kita.
DAFTAR PUSTAKA
Aliamsyah . 2008. Naskah_akademik .www.legalitas.org Di akses
pada tanggal 29 april 2012.
Anonim . 2008. Indonesia
Negara Maritim Terbesar Di Dunia .www.nationalintegrationmovement.org
Di akses pada tanggal 29 april 2012.
Arief Adhi A .2008. Budaya bahari sebagai budaya
lokal masyarakat Nelayan bugis-makassar
Lampe Munsi. 2009. Wawasan
Sosial Budaya Bahari. Makassar : UPT MKU Universitas Hasanuddin